JOURNEY
Cerita ini dibuat pada Bulan Juni 2020 dalam rangka memeriahkan kegiatan classmeeting yang diadakan oleh OSIS/MPK SMAN 1 Singosari, Kab. Malang. Bercerita tentang pengalaman seorang tokoh Yeza pada masa SMA, yang sayang sekali harus bertemu corona, pada awal tahun 2020. Selamat membaca!
BAGIAN 1
Matahari mulai tenggelam. Udara dingin menyapu kulit Yeza yang sedang membersihkan sepatunya di teras belakang rumah. Ia telah pulang dari liburannya di Bali untuk menghabiskan tahun baru bersama keluarganya dan kini ia menyiapkan perlengkapan sekolah esok hari. Setelah selesai membersihkan sepatu, ia menaruhnya kembali ke dalam rak dan masuk ke kamarnya. Ia membersihkan meja belajarnya yang sedikit berdebu setelah ditinggal liburan selama dua pekan. Ia membuka rak buku dan menyiapkan beberapa buku dengan mata pelajaran baru untuk besok. Ini adalah awal tahun 2020 dan dimulainya semester dua.
“Sebentar lagi aku akan kembali bersekolah, sebaiknya aku menulis jurnal tentang liburanku kemarin dulu saja”, gumam Yeza.
Ia mengambil buku jurnal, pena, brush pen, washi tape, dan beberapa foto polaroid selama liburan di Bali. Journaling adalah hobi Yeza untuk mendokumentasikan perjalanannya dalam sebuah tulisan dengan hiasan sekreatif mungkin.
Malang, 5 Januari 2020
05.54 PM
Liburan akhir tahun 2019, aku dan keluargaku menghabiskan waktu di Bali. Kami menginap di hotel dekat Pantai Pandawa. Pemandangan saat sunrise dan sunset di pantai sangat cantik apabila dilihat dari balkon hotel. Aku sekeluarga banyak menghabiskan waktu di pantai dan berbelanja di beberapa pusat perbelanjaan di sana. Kami juga menyewa golf cart yang disediakan pihak hotel bagi pengunjung untuk berkeliling di sekitar hotel. Taman hotel memiliki beberapa satwa endemik dengan pemandangan hijau menyejukkan mata. Makan malam di hotelpun sangat berkesan karena ada penampilan spesial dari musisi lokal. Puncak liburan kami adalah malam tahun baru. Kami menghabiskan malam di pantai Pandawa. Di sana diadakan festival barbeque yang dibuka khusus untuk pengunjung dengan tiket terbatas. Untungnya, selama kami menyewa kamar hotel juga termasuk biaya memasuki festival secara gratis. Malam itu sungguh tak terlupakan. Aku mengambil banyak foto dan video untuk diabadikan.
“Yeza, sudah menyiapkan semua seragam dan kebutuhan untuk besok? Ingat, kamu sudah harus ke asrama besok, loh”, ucap ibu dari luar kamar.
Sekolah Yeza adalah sekolah berasrama dan mulai besok ia sudah harus mulai menginap. Ia-pun segera merapikan kembali peralatan jurnalnya dan mulai mengemas barang-barangnya.
“Iya, Bu. Akan aku selesaikan”, jawab Yeza.
“Ibu tunggu di bawah, ya. Makan malam hampir siap”, lanjut Ibu.
“Baik, Bu”, jawab Yeza.
Di meja makan.
“Jilbabmu sudah disetrika semua?”, tanya Ibu kepada Yeza.
“Santai saja, Bu. Akan kusetrika setibanya di asrama.”
“Yeza, sudah Ibu bilang jangan suka menunda. Mumpung masih di rumah, selesaikan semua yang bisa kamu kerjakan. Supaya besok tidak terburu-buru kalau sewaktu-waktu ada kegiatan mendadak. Baru kalau semua sudah beres, kamu bisa beristirahat. Besok harus bangun pagi, loh.”
“Hmm, iya, Bu. Yeza minta maaf. Setelah ini akan Yeza selesaikan semuanya, hehe.”
BAGIAN 2
Burung gereja mulai berkicau di antara ranting pohon. Suara adzan masjid berjarak satu blok dari rumah mulai berkumandang membuat Yeza terbangun dari tidurnya. Ia segera membersihkan diri dan pergi sholat subuh berjamaah di masjid dengan keluarganya.
Sepulang dari masjid, Yeza mulai bersiap untuk berangkat sekolah karena jarak yang cukup jauh dari rumah ke sekolah. Ia memakai seragam kemeja berwarna putih, lengkap dengan rok abu-abu panjang. Ditambah rompi abu-abu dengan dasi bergaris putih abu terlihat serasi dengan jilbab putihnya. Ia menggendong tas ransel dan sebuah tas besar berisi perlengkapan untuk menginap di asrama.
Di sepanjang perjalanan, ia menikmati cahaya matahari mulai tampak dari balik pegunungan. Ia meraih ponsel di sakunya dan mengambil foto sunrise dari balik kaca mobil.
Setibanya di sekolah, terdengar suara sapaan dari depan gerbang. Yeza berpamitan pada ayahnya dan berlari menuju sumber suara.
“Bagaimana kabarmu? Hari ini akan jadi malam pertama di asrama untuk tahun baru ini”, lanjut teman Yeza, Ania.
“Kurasa aku lebih dari sekedar baik”, jawab Yeza.
Mereka memasuki lorong sekolah menuju gedung serbaguna. Di sana sudah dipadati siswa lain, lengkap dengan tas penuh dan perlengkapan lainnya.
Kringgggg!!!!!!!!!
Suara bel masuk panjang menandakan upacara pembukaan akan segera dimulai. Kepala sekolah naik podium untuk berpidato.
“Selamat datang kembali, siswa-siswi SMA Negeri 1 Singosari. Saya merasa sangat bahagia menyambut kedatangan kalian, tidak hanya itu, kita semua telah menyambut tahun baru 2020. Maka, selamat tahun baru untuk kita semua”.
Tepuk tangan bergemuruh dari para siswa dan guru.
“Menyambut tahun baru dan semester baru ini, saya ingin melihat semangat dari dalam diri kalian. Tunjukkan semangat belajar, gotong-royong, dan beribadah yang lebih baik dari tahun lalu. Maka dari itu, saya akan menunjukkan sebuah penampilan untuk kalian, para siswa-siswi yang saya banggakan. Dan saya harap melalui penampilan ini, kalian bisa terinspirasi untuk belajar lebih baik. Ini dia!”
Diam-diam kepala sekolah mengundang seorang seniman besar Indonesia, Tulus. Sorak sorai dari para siswa menggema di seluruh ruang serbaguna. Tak ketinggalan tepuk tangan yang terus bergemuruh menanti penampilan seniman besar ini.
“Wow! Aku tidak menyangka pihak sekolah telah menyiapkan ini untuk menyambut para siswanya”, Ania terdecak kagum.
Wooaaaaaaaa!!!
Sebuah alunan musik diputar dan nampak seorang pria berdiri di tengah panggung. Lagu pertama yang dibawakan adalah ‘Monokrom’, langsung oleh penyanyi aslinya.
Dimanapun kalian berada
Ku kirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku
Dan banyak kenangan indah
Kau melukis aku
Setelah lagu pertama selesai, Tulus langsung melanjutkan lagu kedua, yaitu ‘1000 Tahun Lamanya’. Suara gemuruh para siswa semakin keras menimbulkan semangat untuk ikut bernyanyi bersama seniman.
Takkan pernah berhenti untuk selalu
percaya
Walau harus menunggu seribu tahun lamanya
Biarkanlah terjadi wajar apa adanya
Walau harus menunggu seribu tahun lamanya
Jika kau masih ragu untuk menerima
Biarkan hati kecilmu bicara
Karena kuyakin 'kan datang saatnya
Musikpun berhenti berputar begitu lagu kedua selesai dibawakan. Suara tepuk tangan para siswa lagi-lagi memeriahkan suasana pagi itu.
“Woww!!!!!”, Tulus berdecak kagum.
“Apa kabar, semuanya?”
“Baaiikk!”, para siswa menjawab dengan suara lantang dan penuh semangat.
“Oke”, Tulus mulai berbicara. Sontak seluruh siswa mulai tenang dan mendengarkan.
“Saya merasa senang sekali bisa menghibur kalian di sini. Di hari pertama memasuki semester kedua di tahun baru 2020. Terima kasih kepada bapak kepala sekolah dan guru serta seluruh pihak yang terlibat dalam persiapan acara ini. Merupakan langkah awal yang baik untuk memulai tahun baru dengan semangat belajar yang baru. Saya harap teman-teman semua di sini juga memiliki semangat yang membara untuk mulai belajar seperti semangat saya ketika bernyanyi bersama kalian tadi. Lagu-lagu yang saya pilih bukan tanpa alasan. Namun, dengan lagu tersebut saya harap kalian bisa mengambil nilai baik dari lirik yang saya sampaikan. Di lagu pertama, ‘Monokrom’, terdapat baris di mana saya ingin mengajak kalian untuk saling membantu sesama, baik teman maupun guru atau siapapun yang ada di sekitar kalian. Mari kita tumbuhkan perasaan empati terhadap orang lain. Apabila kita melihat orang lain ada di posisi sulit, mari kita bantu, kita bantu ringankan beban orang tersebut walau hanya sedikit. Kemudian, di lagu kedua yaitu ‘1000 Tahun Lamanya’ terdapat baris yang berisi tentang kita untuk mengikuti kata hati. Maksudnya adalah, kita sekolah, kita belajar, kita menuntut ilmu tidak hanya untuk mendapat nilai, menerima rapot, kemudian lulus. Lebih dari itu, kita harus punya mimpi untuk menjadi diri kita yang sesungguhnya. Apa passion kita, kemampuan kita, dan apa manfaat yang bisa kita berikan kepada orang lain. Setalah kalian lulus SMA, tentu tujuan selanjutnya berbeda-beda. Ada yang kuliah, atau mau langsung kerja, atau mungkin gap year. Tidak ada yang salah. Apapun pilihan kita, asalkan itu adalah yang terbaik bagi kita dan orang lain, maka lakukanlah. Mengambil gap year bukanlah hal yang buruk. Dengan hal tersebut kita bisa lebih matang untuk menentukan ke mana kita akan pergi, kalau mau kuliah, kita bisa cari informasi lebih tentang kampus serta jurusan-jurusannya, dan lain sebagainya. Asalkan pilihan tersebut adalah dari hati kita sendiri. Jangan kita mau kuliah tapi karena ikut teman. Jurusan juga ikut teman. Sebenarnya asalkan kita mau berusaha dengan baikpun tidak apa-apa. Namun, mengapa harus mengikuti kata orang lain kalau kita adalah pemimpin diri kita sendiri? Bukan berarti kita tidak menerima saran dari orang lain, tapi mari kita coba untuk menentukan pilihan hidup kita sendiri. Di samping itu, pasti juga akan ada banyak rintangan yang akan kalian hadapi. Oleh karena itu, kita harus tumbuh menjadi pribadi yang kuat, pantang menyerah, dan tidak takut untuk bangkit serta terus mencoba. Karena kita adalah manusia yang kuat.”
Alunan musik mulai diputar kembali, lagu kali ini tak lain adalah ‘Manusia Kuat’.
Manusia-manusia kuat itu kita
Jiwa-jiwa yang kuat itu kita
Manusia-manusia kuat itu kita
Jiwa-jiwa yang kuat itu kita
“Terima kasih, SMAN 1 Singosari. Sukses untuk kalian semua!”, salam Tulus sebelum meninggalkan panggung yang menyisakan suara gemuruh siswa diiringi tepuk tangan yang meriah.
BAGIAN 3
Kegiatan pembelajaran dimulai hari itu juga. Selesai kelas terakhir, Yeza menuju ruang ekstrakurikulernya, yaitu jurnalistik. Guru pembimbing mengumumkan akan diadakannya kompetisi liputan berita bagi jurnalis tingkat SMA sederajat. Liputan tersebut dikompetisikan live di lokasi yang terletak di Jakarta. Event yang akan diliput adalah Jakarta Fashion Week 2020 yang akan dilaksanakan pada awal Maret 2020.
Yeza tertarik untuk mengikutinya. Dia bersama 3 teman lainnya yaitu Kevin, Diana, dan Anis memutuskan menjadi satu tim untuk kompetisi liputan tersebut. Guru pembimbing yang bernama Pak Juna membantu mereka mendaftarkan tim dan meminta surat izin dari kepala sekolah.
Kompetisi tersebut memakan waktu selama dua pekan. Pekan pertama di awal bulan Maret berisi kegiatan karantina dan seminar bagi para jurnalis muda yang akan mengikuti kompetisi liputan. Barulah di minggu kedua, Jakarta Fashion Week diadakan dan para jurnalis akan meliput selama 7 hari.
Setelah kepala sekolah menyetujui surat izin bagi Yeza dan timnya untuk berkompetisi, akhirnya mereka berangkat pada tanggal 28 Februari. Mereka menginap di sebuah hostel bersama jurnalis lainnya. Kevin harus berada di kamar berbeda dengan jurnalis laki-laki lainnya. Sedangkan, Pak Juna ada bersama pembina lainnya.
Yeza menelpon orangtuanya untuk mengabari bahwa ia baik-baik saja dan sampai di hostel dengan selamat bersama teman-temannya. Kemudian, ia membuka buku jurnalnya yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Yeza menuliskan pengalamannya berangkat dari Malang menuju Jakarta naik kereta. Ia juga melukis keadaan stasiun dan beberapa pemandangan indah di sepanjang perjalanan pada buku jurnalnya. Journaling adalah kegiatan self-healing bagi Yeza ketika ia merasa memerlukan tempat untuk beristirahat. Buku jurnalnya adalah teman terbaik dan rumah kedua baginya.
Seminar hari pertama dilaksanakan pada hari Senin (2/3/2020) yang dilaksanakan di ballroom sebuah gedung yang sama dengan diadakannya JFW 2020. Seminar tersebut berisi tentang penjabaran kegiatan yang akan dilakukan oleh para jurnalis selama satu minggu ke depan. Salah satu mentor yang akan membimbing mereka tak lain adalah Cameo Project.
Selama 5 hari karantina, kegiatan mereka sangat padat. Kegiatan pagi diawali pada pukul tujuh dengan sarapan bersama. Dilanjutkan dengan latihan liputan mengenai situasi terkini di lokasi yang kemudian mentor akan memilih secara acak tim mana yang akan dievaluasi dan ditayangkan di layar panggung. Tujuannya adalah mengoreksi penampilan mereka dalam meliput berita karena mereka akan meliput sebuah event besar. Setelah itu dilanjutkan dengan makan siang dan istirahat. Seminar dengan mengundang bintang tamu diadakan setelah jam makan siang yang bisa berlangsung bahkan sampai malam. Begitulah rutinitas mereka di sana selama karantina.
Selama free time di akhir pekan bebas digunakan para kompetitor untuk beraktivitas apa saja. Ini juga merupakan kesempatan bagi mereka untuk jalan-jalan di Jakarta. Namun, Yeza dan timnya menghabiskan waktu untuk mengevaluasi dan berlatih. Pak Juna menerangkan pada anak didiknya bahwa ini adalah saat-saat perjuangan bagi mereka. Apabila kompetisi telah selesai baru mereka bisa menikmati liburan.
Yeza sadar ini adalah saat yang tepat untuk mengembangkan kemampuan dir. Orangtuanya pernah berpesan bahwa hidup adalah sebuah perjuangan, bukan sekedar pemuas nafsu. Nafsu yang dimaksud dalam konteks ini adalah pergi jalan-jalan saat akhir pekan di tengah kompetisi. Di saat sulit seperti ini Yeza merasa sedikit tertekan. Lagi-lagi ia membuka buku jurnalnya, teman terbaik sekaligus rumah kedua baginya. Ia membagikan kisahnya dalam tulisannya. Ia juga mencetak beberapa foto yang ia abadikan selama kegiatan seminar. Ia mencetak foto-fotonya di percetakan yang terletak tidak jauh dari hostelnya. Sambil mendengarkan lagu dari playlist favoritnya ia meluapkan emosinya dalam tulisan yang dihias dengan foto-foto dengan dekorasi yang kreatif.
BAGIAN 4
Tiba hari di mana kompetisi akan dimulai. Senin (9/3/2020) di Gedung Jakarta Convention Center, Jakarta Fashion Week 2020 dilaksanakan. Yeza merasa sedikit gugup, begitu pula dengan teman-temannya. Pak Juna berusaha menyemangati mereka dengan memberi beberapa pesan.
“Kalian sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Saya senang kalian mau nurut untuk menahan dulu jalan-jalannya selama akhir pekan kemarin untuk berlatih. Saat meliput nanti, lakukan saja seperti latihan, jangan terburu-buru dan pastikan kalian kuasai informasi serta anggap kameranya adalah teman berlatih kalian”, pesan Pak Juna pada anak didiknya.
Acarapun dimulai, setiap tim telah menyiapkan segala peralatan dan siap untuk meliput. Kevin sebagai kameramen utama yang mengambil gambar jurnalis, Anis sebagai cameramen kedua yang mengambil gambar tentang suasana lokasi liputan. Yeza dan Diana secara bergantian meliput.
Waktu liputan yang cukup panjang yaitu tujuh hari membuat tim Yeza berusaha memberikan liputan yang terbaik. Mereka memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan evaluasi dan tahap editing untuk mencapai kesempurnaan liputan. Hingga pada hari terakhir liputan akhirnya mereka berhasil mendokumentasikan liputan dengan lengkap dan informatif.
Waktu tahap editing yang diberikan setelah selesai diadakannya event hanya satu hari. Namun, itu tidak menjadi masalah bagi tim Yeza karena mereka telah mencicil sejak hari pertama liputan. Di sisa waktu tahap editing mereka hanya melakukan finishing pada video liputan. Di hari pengumpulan video, mereka terlihat percaya diri akan hasil kerja tim mereka. Pak Juna juga mengucapkan terima kasih banyak atas usaha keras yang telah mereka berikan. Sebaliknya, mereka juga mengucapkan rasa terima kasih atas jasa Pak Juna dalam membimbing mereka hingga mereka berhasil melewati kompetisi ini.
“Apapun hasilnya, kalian sudah memberikan yang terbaik. Bagi saya itu sudah cukup dan kalian sudah membuat saya bangga. Saya melihat beberapa tim lainnya terlihat keteteran di hari terakhir, dan tak jarang pula ada yang kesulitan saat liputan berlangsung. Namun, saya sangat bangga dengan kalian karena telah melakukan semuanya dengan sangat baik. Sebagai hadiahnya, saya akan mentraktir kalian ke TMII”, ucap Pak Juna.
“Serius, Pak? Wah! Aku bisa membuat film di sana untuk bahan konten channelku”, girang Kevin.
“Wah! Terima kasih banyak, Pak. Senang sekali, ya, Kevin”, ucap Yeza.
Diana dan Anis pun merasa senang dan tidak sabar untuk pergi jalan-jalan.
BAGIAN 5
Di kamar hostel, Yeza bersama Diana dan Anis sedang menonton youtube bersama. Di tengah-tengah menonton, Anis menerima notifikasi berita dari laman resmi yang memberitakan tentang kebijakan Menteri Pendidikan Indonesia untuk mengubah sistem pembelajaran dari offline menjadi online dengan siswa belajar dari rumah. Hal tersebut diakibatkan oleh penyebaran virus corona yang semakin luas.
Keesokan harinya, panitia kompetisi juga mengumumkan bahwa di Jakarta telah diadakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, di mana fasilitas umum dibatasi waktu bukanya bahkan ada yang ditutup. Bagi warga yang hendak keluar kota harus memiliki surat izin dari pemerintah. Hal tersebut membuat para jurnalis muda yang mayoritas berasal dari luar kota ikut terdampak. Akhirnya mereka dipindahkan ke apartemen yang dihuni per sekolah tiap kamarnya.
Rencana untuk berlibur ke TMII juga batal karena adanya PSBB. Yeza juga tidak bisa kembali pulang dan harus tinggal di sana sampai waktu yang belum dapat ditentukan. Panitia sudah mengupayakan kepada pemerintah untuk diberi keringanan. Namun, pemerintah menyatakan bahwa jumlah peserta yang tidak sedikit tersebut berisiko menularkan virus ketika kembali pulang. Apalagi, penyebaran virus corona di Jakarta adalah yang terbanyak dan tercepat di Indonesia saat itu.
Kepala sekolah Yeza juga tidak bisa memulangkannya karena kebijakan pemerintah. Para siswa di sekolah untuk sementara tetap di asrama sampai kondisi membaik. Mengetahui selama itu belum ada orang lain dari luar kota yang masuk ke sekolah, jadi diharapkan semua siswa di asrama berada pada kondisi sehat. Sekolah juga tidak menerima kedatangan tamu dari luar. Para siswa juga dikhawatirkan bila harus kembali pulang ke rumah, mengetahui kondisi di luar kota yang sedang tidak aman, apalagi tidak sedikit siswa yang berasal dari luar kota.
Para wali murid juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan anak-anaknya bila tetap tinggal di asrama. Namun, kepala sekolah berjanji akan memulangkan mereka sesegera mungkin apabila kondisi sudah sedikit kondusif.
Walau harus melakukan isolasi diri selama di Jakarta, Yeza tidak lantas berdiam diri saja. Ia selalu mengikuti perkembangan informasi terkini mengenai penyebaran virus tersebut. Ia juga mengirimkan beberapa berita terbaru yang berkaitan dengan dipulangtidakkannya siswa di sekolah berkaitan dengan penyebaran virus ini. Seperti yang telah kita ketahui, virus corona ini telah menjadi pandemi. Artinya, virus ini telah menyebar ke seluruh dunia.
Di tengah-tengah masa sulit ini, Yeza menulis jurnalnya mengenai kondisi ia saat ini untuk membuat dirinya merasa lebih baik. Dengan menulis, Yeza mengungkapkan segala emosinya dan harapannya untuk masa yang akan datang. Ia juga selalu menelepon orangtuanya mengenai kabarnya terkini untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.
Di sekolah sendiri, kepala sekolah menginstruksikan kepada muridnya untuk menerapkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Kegiatan berkumpul untuk sementara ditiadakan. Setiap siswa diwajibkan tetap di dalam asrama dan mengurangi interaksi secara fisik dengan teman lainnya. Pihak sekolah juga mendatangkan tenaga medis untuk memeriksa kesehatan para murid.
Yeza dan para jurnalis lainnya tetap mendapat pelayanan oleh pihak panitia dan bantuan dari para sukarelawan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka juga mendapat layanan kesehatan dengan baik. Pihak penyelenggara acara JFW dan panitia kompetisi telah mengusahakan surat izin untuk para peserta kompetisi kembali ke daerah mereka masing-masing. Rencananya mereka dapat dipulangkan setelah melakukan isolasi selama dua minggu di apartemen masing-masing dan tentunya memiliki surat izin.
BAGIAN 6
Dua minggu berlalu, kepala sekolah mengizinkan para siswanya kembali ke rumah masing-masing untuk melanjutkan pembelajaran secara online. Seluruh siswa tidak ada yang terinfeksi virus setelah melaksanakan isolasi di asrama selama dua minggu. Pengecekan kondisi tubuh terus dilakukan tiap dua hari sekali untuk memastikan bahwa siswa tidak terjangkit virus. Diharapkan ketika kembali ke rumah, mereka tetap melanjutkan isolasi diri di dalam rumah dan tidak pergi keluar rumah tanpa alasan penting.
Pak Juna telah menginfokan kepada kepala sekolah bahwa mereka sudah bisa kembali ke Malang menggunakan pesawat yang dipesankan khusus oleh panitia dengan memperhatikan protokol kesehatan, di mana dalam satu pesawat dihuni hanya setengah dari jumlah penumpang. Mereka diterbangkan langsung dari Bandara Halim menuju Bandara Abdulrachman Saleh. Setibanya di Malang, Yeza dan teman-temannya dijemput oleh orangtua masing-masing untuk mengambil perlengkapan di asrama untuk dibawa pulang kembali.
Setibanya di rumah, Yeza memberi kabar kepada teman-temannya yang lain mengenai perjalanan dan pengalaman dia selama di Jakarta. Ia tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.
“Halo, Ania?”, sapa Yeza dalam telepon.
“Haiii, Yeza! Gimana kabar kamu? Lama banget kita nggak teleponan gini”, jawab Ania penuh antusias.
“Alhamdulillah, akhirnya aku bisa kembali dengan selamat. Kan aku juga tidak ingin tinggal di sana lama-lama. Ga betah, hehehe.”
“Syukur, deh. Kalau gitu kamu jangan lupa bersih diri, ya. Bersihin semua barang-barang kamu. Dan jaga jarak dulu juga sama keluarga kamu. Anggap aja ini ikhtiar kita untuk jaga kesehatan. Aku juga baru sampai rumah, kok.”
“Iya, An. Aku dapat banyak ceramah kesehatan dari panitia. Sampai hafal di ingatan pesan-pesan mereka untuk menjalani gaya hidup baru seperti ini. Aku harap semua bisa segera pulih.”
Selesai bertelepon, Yeza segera membersihkan seluruh barangnya. Tidak lupa pula ia membersihkan diri setibanya di rumah tadi.
Yeza akhirnya memutuskan untuk beristirahat dan menenangkan pikirannya. Ia membuka kembali buku jurnalnya.
“Aku rasa ini adalah pengalaman berharga yang harus aku dokumentasikan dengan baik. Aku akan menuliskan ceritaku selama isolasi di Jakarta sampai perjalanan pulang ke rumah. Aku rasa jurnal kali ini akan menjadi cerita yang panjang dalam sejarahku menulis jurnal”, gumam Yeza.
Ia menghabiskan sisa waktunya untuk menulis jurnal malam itu. Ia mencetak foto-foto yang ia abadikan dan menempelkannya pada lembar jurnalnya. Ia menuliskan setiap detail tanggal dan waktu saat ia mengambil foto tersebut. Semua momen bagi Yeza adalah berharga. Hobinya menulis dan mengabadikan momen dalam bentuk gambar menuntunnya mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah hingga membawanya pada pengalaman tak terlupakan ini.
Pengumuman kompetisi mereka diberitakan melalui situs resmi Jakarta Fashion Week dua minggu setelah acara selesai. Yeza mencoba mengunjungi situs tersebut. Ia merasa sedikit khawatir akan hasilnya, tetapi Pak Juna telah berpesan bahwa selama kita telah menunjukkan usaha terbaik kita, maka hasil tidak akan mengkhianati. Kalaupun gagal, maka kedepannya kita harus menjadi lebih baik. Meskipun gagal lagi, paling tidak kita gagal dalam level yang lebih baik. Yezapun membuka situs tersebut dan melihat pemenang kompetisi. Benar saja, tim Yeza ada di urutan pertama sebagai pemenang liputan jurnalistik terbaik versi Jakarta Fashion Week 2020. Ia segera membuka ponselnya dan memberitakan kepada teman-temannya. Namun, tidak disangka bahwa teman-temannya telah memberitahunya duluan. Pak Juna juga mengirimkan pesan kepada Yeza dan timnya berupa ucapan selamat. Kini Yeza merasa cukup puas dengan hasil usahanya. Namun, tidak sampai di situ saja, Yeza akan tetap berkarya. Walau harus di rumah saja, tidak menghentikannya untuk terus belajar dan berkarya. Yeza suka mencoba hal-hal baru. Ia suka menulis diary, cerita, maupun puisi. Perasaan yang ia miliki saat itu tidak ingin Yeza biarkan hanya ada di pikirannya saja. Ia harus mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan meskipun hanya satu kalimat. Bagi Yeza, hidup adalah momen yang harus diabadikan. Ia merasa menemukan passion dalam hidupnya untuk menulis dan mendokumentasikan apa aja di hidupnya.
Pesan yang disampaikan Tulus di awal masuk sekolah telah membuktikan pada Yeza bahwa sebagai siswa kita tidak hanya belajar untuk mendapat nilai, tetapi juga untuk menemukan mimpi kita. Hal apa yang membuat kita tertarik dan bagaimana kita mewujudkan hal tersebut. Apapun mimpi kita, selama itu baik, lakukan saja. Walau langkah awal kita kecil, tetapi dengan berani memulainya kita sudah memulai perjalanan awal kita menuju mimpi tersebut.
Comments
Post a Comment